Aku sudah di Malinau selama beberapa hari. Seorang kontak yang diberikan oleh rekan kerjaku, berbaik hati menyediakan persinggahan. Beberapa hari itu kuhabiskan karena menunggu penerbangan ke jantung borneo.
Untuk mengusir bosan, malam itu Aku bermain game di ponsel. Sedang asyik menyusun strategi di permainan itu, tiba-tiba ponselku bergetar. Ada notifikasi twitter dari @iqinSASAK. Akun itu me-twett: “Pdhl 25/2 @erwin70tba flight LongBawan via Malinau @tbpurba RT @kompascom: Helikopter TNI AD Hilang Kontak di Nunukan http://kom.ps/AFeVXh”
Tautan itu-pun kutuju. Isinya berita hilangnya helikopter di sekitar Taman Nasional Krayan-Mentarang karena cuaca buruk. Ponsel ku-scroll untuk membaca berita lebih utuh. Lalu meng-klik beberapa tautan terkait.
“Hilang di sekitar Long Bawan!” batinku.
Sembari meletakkan ponsel, Aku mengambil carrier 35 liter yang tergeletak di lantai kayu ulin rumah itu. Kuambil tiket pesawat susi air dari side pocket-nya. Tiket tujuan Long Bawan.
***
Long Bawan adalah ibukota Kecamatan Krayan. Aksesbilitas dari dan menuju Kecamatan Krayan sangat terbatas. Satu–satunya akses ke Kecamatan Krayan dari kota–kota di Indonesia menggunakan transportasi udara. Ada dua maskapai yang melayani penerbangan dari Kota Malianau, Kota Nunukan dan Kota Tarakan ke Long Bawan, yaitu MAF dan Susi Air. Selain di Long Bawan, di beberapa desa lainnya juga terdapat lapangan terbang perintis. Sebelum ada jalan darat, akses dari dan menuju desa-desa di kecamatan Krayan adalah dengan menggunakan pesawat perintis.
Sementara, jika melalui Malaysia, Long Bawan bisa ditempuh dengan menggunakan transportasi darat. Ada tiga pintu masuk di perbatasan Malaysia dan Indonesia, yaitu: Long Midang, Long Layu dan Lembudud. Selain itu masih ada jalan–jalan “tikus” menuju ke Malaysia.
***
Pesawat kecil itu terbang di antara bukit-bukit. Lincah menghindar awan-awan. Dua pilot, bule itu seakan sudah hapal jalur Malinau menuju Long Bawan. Hapal jalur seperti tukang ojek langgananku, memintas jalan-jalan tikus untuk mengurai kemacetan Jakarta.
Pesawat terbang rendah. Aku bisa melihat riam-riam sungai yang terkenal ganas. Aku juga bisa melihat pokok-pokok pohon besar rimba borneo.
Sudah 30 menit, salah seorang pilot itu memberi informasi kepada penumpang. Kami harus mengencangkan sabuk pengaman karena akan mendarat. Aku –dan tiga penumpang lainnya– bergegas mengencangkan sabuk pengaman.
Dengan lugas, sang pilot berhasil mendaratkan pesawat kecil itu. Tiba-lah kami di Long Bawan. Bandara yang hanya terdiri dari satu bangunan kecil. Jangan berharap ada belalai gajah, menara air traffic controller atau sekedar gerai makanan cepat saji. Bahkan Aku bisa melihat sapi sedang memakan rumput di sekitar runway. Ah, apa jadinya jika sapi itu tadi nyelonong ke runway ketika pesawatku mendarat.
***
Aku mendapat tugas untuk melakukan penelitian tenurial Dayak Lundayeh. Untuk itu, Aku harus live in di Long Bawan selama satu bulan. Tawaran itu kuterima, karena Aku sudah membayangkan akan menjelahi jantung borneo! Hutan Kalimantan yang tersisa [.]