Catatan

image

Tentang

Aku mencintai wangi tanah basah selepas hujan, bumi dan isinya. Dalam bahasa Yunani, wangi tanah basah itu adalah Petrichor. Petra adalah batu dan ichor artinya darah para dewa. Karena alasan itu-lah, blog ini bernama "Petrichor".

"Petrichor" ditulis oleh Erwin Dwi Kristianto - atau panggil saja "wien". Blog ini berisi catatan perjalanan dan kontemplasi hasil dari perjalanan itu.


Pendidikan
Unika Soegijapranata

Magister Lingkungan dan Perkotaan

Universitas Jenderal Soedirman

Fakultas Hukum


Pekerjaan
2013 - sekarang, Perkumpulan HuMa Indonesia

Analisa Hukum dan Data

2008 - 2012, LBH Semarang

Pengabdi Bantuan Hukum


Keahlian
Analisa Hukum
Fasilitator
Pendaki Gunung
Blog

Matahari Terbit di Gunung Merapi


Akhirnya Kami bertiga berbalik arah, kembali menuruni punggungan yang dipenuhi rerumputan dan pepohonan. Jalur pilihan kita berujung pada tebing yang tidak mungkin dipanjat tanpa peralatan memadai.

Langit telah pekat, namun urung jua menemukan jalur. Kabut menebal menghalangi mata. Jarak pandang memendek. Sinar headlamp tidak banyak membantu. Tanda-tanda alam itu berusaha memberi pesan: berjalan malam 'tak akan membawa Kami ke mana-mana.

***

Kami bertiga adalah kawan sedari kuliah. Semasa kuliah, kesamaan hobby menyatukan Kami di HMPA Yudhistira. Adalah Ipung yang memiliki inisiatif untuk melakukan pendakian ke Gunung Merapi. Ia ingin mendaki sebelum melanjutkan kuliah di Boston.

Gayung bersambut oleh Darbe, seorang wartawan TV, yang diempui oleh politisi berjenggot lebat. Aku-pun tertarik karena ingin sejenak melupakan thesis yang tidak kunjung di-acc oleh dosen. Jadi-lah, sebuah tim pendaki "uzur" berkumpul.

***

Kalau kataku sih kita nge-camp dulu di sini.” usul Darbe.

Nyong, setuju. Tapi mending agak naik sedikit kali ya?"

"Golet tempat sing madan datar?” Ipung menimpali dengan logat Banyumasan.

"Hayuuuuuk aja." sahutku.

Sepakat, tidak satu-pun suara protes. Memang begitu-lah seharusnya ketika tersesat di gunung. Harus satu kepala. Tiap anggota tim harus rela meleburkan ego ke dalam satu suara bulat. Perdebatan hanya akan menghasilkan perselisihan.

Teringat kisah yang diceritakan oleh penjaga basecamp di Wekas - Gunung Merbabu. Konon, ada dua orang mendaki Gunung Merbabu, bertahun-tahun yang lalu. Mereka tersesat. Mereka berselisih pendapat mengenai jalur ketika tersesat. Seorang dari mereka memilih jalur kanan sementara yang lain bersikeras ke jalur kiri. Kata sepakat tak tercapai. Perselisihan meninggalkan kenangan yang sampai sekarang masih dapat disaksikan para pendaki Merbabu: prasasti memoriam.

Kami berjalan meniti punggungan patah yang memisahkan lembah dan punggungan. Punggungan terjal di sebelah kiri. Di sebelah kanan adalah lembah dalam juga lebar. Di lereng punggungan, tampak siluet pokok-pokok pohon.

Setelah menemukan tempat datar, Ipung mengeluarkan tenda dome dari carrier miliknya. Tidak membutuhkan waktu lama, “rumah” itu beres. Setelah peralatan masuk ke dalam tenda, Darbe lalu mengeluarkan trangia dari daypack-nya. 

“Win, kamu saya beri kehormatan bikin sayur sup.” ujar Darbe. 

“Biasa Win, aja klalen kopi ireng. kental, less sugar!” sahut Ipung.

Setelah itu saya menyibukkan diri memotong bawang merah, bawang putih, sayuran dan baso. Sementara Ipung memasak air untuk kopi. Malam itu Kami tidak memasak nasi, karena sudah membawa nasi dari Magelang.

Sudah mateng neh, keluarin piring.” ujarku seraya melihat panci trangia 27 yang kepayahan menampung sup berisi sayur dan baso.

***

Sekitar dua puluh empat jam yang lalu, Kami masih bisa makan malam di daerah pecinan - Magelang. Elva -yang juga anggota HMPA Yudhistira- dan suaminya, berbaik hati menyediakan tempat menginap di rumahnya. Mereka juga berbaik hati mengajak Kami menikmati malam di kota yang dikelilingi oleh gunung itu. Tidak cukup, esoknya, mereka mengantarkan Kami ke New Selo. titik Awal pendakian Gunung Merapi.


Desa Selo (1.560 mdpl)  termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Boyolali. Desa ini terletak dipelana Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Sesampainya di Desa Selo, calon pendaki dapat meneruskan perjalanan menuju basecamp di Dusun Plalangan.  

Setelah mendaftar di basecamp calon pendaki dapat menuju ke New Selo. Terdapat penanda besar berupa di sana. Alih-alih bertulis “Hollywod”, penanda itu bertuliskan “New Selo”.

*** 

“Kang Darbe, Win, Tangi! Kalian harus lihat ini!” teriak Ipung sambil mengguncang bahu kami.

Dengan mata terkantuk, Aku justru menarik menarik retsleting sleeping bag karena malas dan dingin. Seakan tidak peduli, Ipung justru membuka retsleting tenda dan membukanya lebar-lebar. Hawa dingin-pun masuk dengan bebas ke dalam tenda. Sambil membuka mata, Aku bersiap untuk meneriakkan makian ke Ipung. Namun… 

Dari dalam tenda Aku melihat langit gelap mulai berwarna orange. “Matahari terbit.” pikirku. Melupakan rasa malas dan dingin Aku bergegas keluar dari tenda. Di luar, Ipung sudah berteriak-teriak layaknya anak kecil mendapat mainan baru.


Ternyata flying camp Kami adalah sebuah tempat yang sempurna untuk melihat matahari terbit. Sekilas, tempat itu adalah punggungan selebar ± 6 meter. Samping kanan dan kiri punggungan itu adalah lembah yang dalam. Punggungan itu terus menanjak. Dari kejauhan nampak puncak Gunung Merapi. Sungguh, itu adalah matahari terbit terbaik yang pernah kusaksikan. Matahari terbit yang kunikmati karena tersesat [.]

Kontak
Erwin
By Request
Nusantara