Kamis, 26 Maret 2015

Gagal Menikmati Matahari Terbit di Gunung Rakutak



Bung, akhir pekan ini mau ke mana?” tanya Sandoro kepadaku.


Sapaan “Bung” membuatku mencari alasan yang terkesan progresif. Alasan yang memberi kesan kepadanya, bahwa aku rutin membaca indoprogres (dot) com dan bukan mojok (dot) co Alasan itu harus tidak kalah dengan orasi para demonstran di atas mobil sound system.

Bung tau Kartosoewirjo?” jawabku dengan mimik serius.

“Sejatinya Ia terlibat perang kemerdekaan 1945-1949. Tapi, Ia menolak perintah pemerintah pusat agar Divisi Siliwangi melakukan long march ke Jawa Tengah sebagai konsekuensi perjanjian Renville. Ia juga menolak posisi menteri yang ditawarkan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin.

“Kekecewaannya terhadap pemerintah pusat membulatkan tekadnya memproklamirkan NII pada 7 Agustus 1949. Perjuangannya berakhir setelah ditangkap tentara di Gunung Rakutak pada Juni 1962.”

“Aku akan menelusuri jejak Kartosoewirjo dengan mendaki Gunung Rakutak” tutupku.

***

Sebenarnya, alasan kenapa mendaki Gunung Rakutak berawal dari posting kawan di dinding facebook-nya. Adalah Syahrul yang mem-posting tautan dari laman hipwee (dot) com berjudul “delapan alasan kenapa karyawan yang nggak pergi liburan adalah golongan merugi”

Sontak kukomentari tautan itu: “Kemas ranselmu dan berlibur!

Ayo, mendaki yuk.” jawabnya.

Jadi, dari dinding facebook itu-lah rencana mendaki Gunung Rakutak berawal.

***

Malam itu, Jumat, jam 20.00. Hujan turun dengan lebat sore menjelang malam itu. Beberapa lokasi di Jakarta –seperti biasa- menjadi tergenang. Aku, Agung dan Mumu "terdampar" di bilangan Pasar Minggu. Berulangkali Agung mencoba menelpon taxi, namun tidak tersambung. Aplikasi android untuk memanggil taxi juga tidak mendapat respon. 

Seorang kawan sudah di lokasi meeting point.Sudah di kampung rambutan” Grahat mengirim pesan di group whatsup.

Sementara, Siska, Syahrul, Riza dan Sutan terkena macet di Jakarta Pusat. Jadi-lah itinieary menjadi berantakan. Kami baru bisa berangkat dari kampung rambutan selepas jam 23.00 dari rencana awal jam 20.00. Kami berangkat menggunakan bus dari kampung rambutan.

Delapan orang sudah berada di Bus jurusan Garut. Masing-masig dari kami kemudian terlelap ketika bus masuk tol cipularang. Sesampai di pintu tol cileunyi, kami bergesa menuju mobil yang akan mengantar ke Desa Sukarame. Mobil berjalan pasti menembus pagi. 

Namun kami "nyasar" sampai ke Majalaya. Akan lebih cepat jika via Ciparay. Bahkan ketika sampai di Desa Sukarame, "nyasar" (lagi) ketika mencari base camp. Kami-pun memutuskan berhenti di sebuah mushala. Beberapa kawan kemudian sholat. Kebetulan ada seorang ibu bisa ditanya. Ia kemudian memberi petunjuk jalan. Ternyata jalan masuk menuju basecamp ada di seberang mushola.

Mobil kami-pun memasuki berjalan pelan. Rumah-rumah masih gelap. Masih sulit menemukan base camp. Akhirnya kami memutuskan untuk singgah di sebuah mushala. Kebetulan ada tiga tim lain yang ternyata akan mendaki gunung.

***

Pagi itu, Sabtu, jam 06.30. Jadi, informasi dari Grahat, ada banyak convienence store di Sukarame. Kami-pun sepakat untuk melengkapi logistick di  sekitar base camp. Informasi yang sesat! Ternyata di Desa ini belum ada convenience store.

Pak, disini ada yang jual nasi bungkus untuk sarapan dan air mineral botol?” tanyaku.

“wah, disini tidak ada yang jual nasi bungkus. Harus ke jalan besar sana. Ada yang jual nasi kuning.” jawabnya.

“Kalau air mineral, ada di toko yang di sana.” lanjutnya sambil menunjuk arah.

Antara bersyukur –karena convienence store belum masuk kampung, dan kesal– karena kerepotan melengkapi logistik, kami-pun berbagi tugas. Sebagian dari kami ke toko, sebagian lainnya ke warung yang menjual nasi bungkus.

Setelah logistic lengkap dan sarapan, kami beranjak dari mushala ke basecamp. Di base camp, Kang Agus, menjelaskan sedikit mengenai jalur pendakian. Base camp juga menyediakan pemandu jalan, untuk sampai batas peladangan. Kami setuju saja, karena belum ada yang pernah mendaki Gunung Rakutak.
 
***

Pagi itu, Sabtu, jam 10.00 Secangkir kopi enrekang dan beberapa potong energy bar menjadi menu makan siang kami. Kami sudah sampai di batas peladangan lama. Saat menikmati makan siang, seorang petani memintas. Kami-pun menawarinya untuk singgah. Ia menolak kopi dan potongan energy bar. Namun Ia tidak menolak rokok yang kami sodorkan.

“Mau ke mana Kang?”

“Panen bawang daun. Lumayan, harganya naik. Dari awalnya 6.000, sekarang 20.000.”

“Wah, bagus dong. Kang, yakin ga mau kopi?” kataku.

“Ga usah Aa. Lagian di atas dikit juga ada warung kopi kok.” katanya.

Arrrghhhhhhhhh!

Dan kenikmatan kopi enrekang itu-pun berkurang.

  ***

Siang itu, selepas jam 12.00. Jalur pendakian Gunung Rakutak sangat terjal. Itu masih ditambah lumpur sepanjang jalur, mungkin akibat dari hujan yang turun semalam. Delapan orang dari kami, akhirnya terpisah dalam rombongan kecil berdasarkan kecepatannya. Karena sudah lelah dan badan merapuh, menjadi sweeper, Aku berada di rombongan paling belakang.

Target hari ini adalah flying camp di puncak kedua Gunung Rakutak. Rombongan kecil pertama sampai di Pos Tegal Alun pada Jam 14.00. Sekitar jam 15.00 seluruh rombongan sampai di puncak II. Kami bergegas mendirikan dua tenda. Tenda belum berdiri sempurna, namun hujan sudah turun dengan sempurna.

Akhirnya tenda berdiri dengan sempurna, hujan mereda. Aktifitas flying camp-pun berlanjut: memasak, makan bersama, bercanda. Semakin malam langit semakin cerah. Bintang dan lampu-lampu kota terlihat jelas. Namun kantuk dan lelah lebih berkuasa. Aku memilih masuk ke tenda dan tidur. Toh, target pribadiku adalah menikmati matahari terbit di puncak gunung.



***

Pagi itu, jam 04.00. Alarm ponselku berbunyi. “saatnya menikmati matahari terbit” batinku sembari keluar dari tenda. Detik demi detik menunggu warna merah merekah. Dan hasilnya target pribadi itu gagal. Matahari terbit terhalang Puncak Utama Rakutak! Arggggggh [.]



Aku mencintai wangi tanah basah selepas hujan, bumi dan isinya. Dalam bahasa Yunani, wangi tanah basah itu adalah Petrichor. "Petrichor" ditulis oleh Erwin Dwi Kristianto - atau panggil saja "wien". Blog ini berisi catatan perjalanan dan kontemplasi hasil dari perjalanan itu.

0 komentar:

Posting Komentar

Kontak
Erwin
By Request
Nusantara